Filsuf Warung Kopi !

 

Jika berkunjung ke kampus STAIN Majene, kurang afdol rasanya jika tidak mampir ke salah satu warung yang terletak beberapa meter dari kampus tersebut. Jika lapar, anda bisa memesan berbagai jenis makanan yang kisaran harganya cukup terjangkau untuk anak kossan. 

Lebih dari itu, ada yang menjadi daya tarik tersendiri dari warung tersebut. Jika berkunjung kesana, akan anda dapati banyak pengunjung berlatar belakang dan usia yang berbeda. Mereka hadir tidak sebatas hanya untuk memesan kopi ataupun ngumpul dengan kerabat mereka. Tetapi berdiskusi dan mempertanyakan segala sesuatu hingga ke akar akarnya layaknya seorang filsuf tempo doloe.

Beberapa waktu lalu,  ketika istirahat di salah satu warung, saya sendiri melihat dengan mata kepala sendiri sekerumunan filsuf yang asyik bercengkerama satu sama lain. Di hadapan kopi hitam dan sebungkus rokok mereka saling melempar argumen satu sama lain. Tak tanggung tanggung saling mencerca hingga mengklaim bahwa masing masing dari mereka adalah yang paling benar. 

Saya pribadi salut dengan kemauan mereka untuk berdiskusi dan saling berbahtah bantahan satu sama lain. Saya percaya, IQ nasional akan meningkat jika budaya seperti ini terus dibangun. 

Sayangnya, jika di analisa dengan baik, tidak semua dari mereka jujur menjadi seorang pemikir. Ada yang di landasi oleh ego pribadi, sehingga output yang di hasilkan dari setiap diskusi yang mereka bangun tidak menghasilkan kebenaran. Adapula yang memperdebatkan hal receh, seperti memperdebatkan lebih dahulu mana ayam atau telur, bumi ini datar atau bulat, enakan mana ayam potong atau ayam kampung, lebih berbahaya mana rokok surya atau sampoerna, gantengan mana pakai kaos polos atau kemeja, dan lain sebagainya.

Tidak masalah jika perdebatan yang mereka lakukan itu sesuai kadar waktunya. Tapi jika di lakukan mulai dari matahari terbit hingga terbenam, rasanya itu membuang buang waktu saja. Bayangkan, jika perdebatan yang mereka lakukan lebih berfaedah, syarat akan inovasi, bermanfaat, berdampak bagi sesama, justru itu akan lebih baik. 

Tapi bagaimanapun juga, itu hak dari masing masing individu. Keinginan orang lain tidak bisa di kendalikan. Lagi pula, kegiatan yang di lakukan oleh filsuf warung kopi adalah hal yang tidak merugikan orang lain. Mereka sadar bahwa setiap hal mesti di diskusikan. Itu masih lebih baik daripada orang yang menghabiskan waktunya 24 jam di deoan gedged.

 Kalian keren !

Akhir kata, Saat ini orang yang menjadi filsuf warung kopi terbilang langkah, populasinya tidak terlalu banyak. Mungkin open recruitmen dan menerapkan sistem pengkaderan dapat meningkatkan kuantitas dari filsuf warung kopi ini. Tapi bagaimana pun juga, jika setiap pembahasan yang di bangun oleh filsuf warung kopi tetap hal yang receh, tidak jujur dalam mengeluarkan pendapat, maka kehadiran mereka tidaklah di butuhkan.

Posting Komentar

0 Komentar

Pemberi Nasehat Yang Lupa Menasehati Dirinya Sendiri! | As-Saff | Paradoks Salomo| Psikologi.